Al-Qur’an menurut
bahasa, artinya bacaan, lalu menjadi nama sebuah kitab, berisi wahyu-wahyu dari
Allah kepada Nabi Muhammad, yang diturunkannya dari sedikit demi sedikit, dalam
masa 23 (dua puluh tiga) tahun.
MANFAAT AL-QUR’AN
1. Supaya diamalkan, yakni menurut segala perintah
Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana firman-Nya:
“Maka berpegang
teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu
berada di atas jalan yang lurus.” [ QS. Az-Zukhruf [43] : 43 ]
2. Supaya
disampaikan isinya kepada manusia, firman Allah:
“Hai Rasul,
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430].
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
[ QS. Al-Maa’idah [5] : 67 ]
[430] Maksudnya:
tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.
ISI AL-QUR’AN
Dalam Qur’an terdapat bermacam-macam hal dan urusan yang berkenaan
dengan keakhiratan dan keduniaan, terkadang dengan perkataan yang
terang-terangan (jelas) dan adakalanya dengan isyarat.
Di antara isinya adalah sebagai berikut:
a. Hukum-hukum ibadah, seperti
shalat, puasa, haji, dzikir, tasbih, dan sebagainya.
b. Peraturan-peraturan, seperti
aturan jual beli, cara masuk rumah orang, peraturan perkawinan, hal dengki, hal
dusta, hal tipuan, cara pergaulan yang syar’i, dan sebagainya.
c. Ilmu-ilmu, seperti ketetapan
bahwa “tiap-tiap sesuatu mempunyai jodoh” (yang bersifat laki-laki dan
perempuan), sebagaimana firman-Nya:
“Dan segala
sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” [ QS. Adz-Dzaariyaat [51] : 49 ]
d. I’tibar-i'tibar
(pelajaran-pelajaran), yaitu seperti surat al-Fiil. Surat ini mengandung
beberapa i'tibar. Salah satunya adalah membayangkan bahwa tidak boleh seseorang
bersombong diri karena kekayaan dan kekuatannya, sebab di lain waktu, ada
kemungkinan kekuatan dan kekayaannya tersebut dapat membinasakan dirinya
sendiri dengan jalan yang nyata-nyata atau dengan jalan yang tidak disangkanya.
Selain dari 4 (empat) tersebut, masih ada banyak lagi macam dan
jenisnya. Allah berfirman:
“… Tiadalah Kami alpakan sesuatupun
dalam Al-Kitab[472],
…” [ QS. Al-An’aam [6] : 38 ]
[472]
Sebahagian Mufassirin
menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul Mahfudz
dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam
Lauhul Mahfudz. Dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti:
dalam Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum,
hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan
kebahagiaan makhluk pada umumnya.
TUJUAN AL-QUR’AN
Sebagaimana tiap-tiap kita
Agama yang pernah diturunkan Allah, begitu juga Qur’an, tujuannya adalah untuk
keselamatan manusia di dunia dan di akhirat.
SEBAB TURUN AYAT
Turunnya ayat-ayat al-Qur’an, ada kalanya bersebab dan ada kalanya tidak
bersebab.
Kebanyakan ayat yang berhubungan dengan hokum-hukum, turunya dengan
sebab, di antaranya:
a. Sebab terjadi sesuatu peristiwa.
Seperti surat al-Baqarah ayat 226, turunnya
karena ada orang-orang Arab sebelum Islam, jika sudah bersumpah tidak mau
menghampiri istri-istri mereka, tiadalah mereka mengadakan batas lamanya
sehingga istri-istri itu tidak diurus sebagaimana patutnya dan tidak pula
mereka menceraikannya supaya istri-istri itu dapat kawin dengan laki-laki lain.
Maka datanglah Islam dengan memberi batas waktu
yang tidak berjangka itu dan mengatur cara-caranya sebagaimana tersebut dalam
ayat-ayat sesudah ayat 226, surat al-Baqarah.
b. Sebab ada yang bertanya.
Seperti surat al-Baqarah ayat 219, tentang
hukum minum arak dan main judi; turunnya karena ada yang bertanya.
PENGATURAN AL-QUR’AN
Permulaan diturunkannya ayat-ayat al-Qur’an, tidak seperti yang ada
sekarang. Turunnya berangsur-berangsur, sedikit demi sedikit.
Tiap kali turun ayat, Nabi saw. memerintah shabat-shahabatnya supaya
ayat ini dimasukkan di surat ini, dan ayat yang lain diletakkan di surat yang
lain pula (dikelompokkan dan disusun dengan baik).
Begitulah, sehingga teratur seperti yang terdapat sekarang ini.
PENULISAN WAHYU (AL-QUR’AN)
Yang menulis wahyu (al-Qur’an), adalah shahabat-shahabat Rasulullah saw.
di bawah pengawasan dan pimpinan Beliau.
Di antara penulis-penulisnya adalah:
1. Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq 5. Za’id bin Tsabit
2. Khalifah Umar bin Khattab 6. Zubair bin Awwam
3. Khalifah Utsman bin Affan 7. Ubay bin Ka’ab
4. Khalifah Ali bin Abi Thalib 8. Abdullah bin Arqam
PENGUMPULAN AL-QUR’AN
Di zaman Rasulullah saw. al-Qur’an sudah sempurna tertulis. Ada yang di
atas kulit, pelapah kurma, daun, sutera, tulang, dan ada yang di atas batu.
Tetapi, tulisan-tulisan itu tidak semua terkumpul di satu tempat.
Sesudah Nabi saw. wafat, terjadilah peperangan besar di negeri Yamamah.
Banyak shahabat-shahabat Nabi saw. yang hafal al-Qur’an turut dalam peperangan
itu.
Kejadian tersebut mengharukan Khalifah Umar bin Khattab, ia khawatir
kalau-kalau shahabat-shahabat yang hafal Qur’an itu semua gugur dalam
peperangan, sebab kalau mereka meninggal, tentu kaum muslimin akan kehilangan
saksi bagi Qur’an.
Lalu baginda Umar minta kepada Khalifah Abu Bakar, supaya diperintah
mengumpulkan semua tulisan Qur’an.
Permintaan itu dituruti Abu Bakar sehingga terkumpullah Qur’an dengan
sempurna.
Setelah Abu Bakar meninggal dunia, kumpulan Qur’an tadi disimpan Baginda Umar. Setelah Umar wafat,
kumpulan Qur’an disimpan di rumah Hafshah, anak Baginda Umar.
Kemudian khalifah Utsman pula meminjam kumpulan Qur’an dari Hafshah,
lalu disalinnyamenjadi beberapa nuskhah.
Kemudian nuskhah-nuskhah itu dibagi-bagikan ke seluruh Negara-negara
Islam di zamn itu, dengan maksud supaya bacaan Qur’an menjadi sama dan tidak
berselisih.
Sesudah itu kumpulan Qur’an tadi
dikembalikan kepada Hafshah.
RIWAYAT QUR’AN
Riwayat atau khabaran tentang Qur’an yang sampai kepada kita adalah
dengan jalan “Mutawatir”, yaitu khabaran dari orang banyak yang disampaikan
kepada orang banyak pula, terus-menerus berturut-turut, sehingga sampai kepada kita, yang pada adatnya
mustahil mereka (=orang banyak) itu bisa berkumpul atau bermufakat untuk
berdusta dalam menyampaikannya.
QUR’AN TERPELIHARA
Qur’an, dari mulai diwahyukan kepada Nabi kita, lalu ditulis dihadapan
Beliau, sehingga sampai kepada kita, adalah terjaga dari segala macam
perubahan, tambahan dan pengurangan. Terjaganya itu adalah atas jalan tulisan
dan hafalan yang terus-menerus dari satu masa ke satu masa, hingga sekarang.
Seterusnya akan terpelihara juga, sebagaimana firman Allah swt.
“Sesungguhnya Kami-lah yang
menurunkan al-Quran,
dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya[793].” [ QS. Al-Hijr [15] : 9 ]
[793]
Ayat ini
memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Qur’an selama-lamanya.
AL-QUR’AN SEBAGAI ASAS
Setiap orang yang mengaku dirinya Muslim, mesti menerima bahwa asas atau
pokok yang pertama bagi Agamanya adalah al-Qur’an. Firman Allah swt.
“Dan Al-Quran itu adalah kitab yang
Kami turunkan yang diberkati, Maka ikutilah Dia dan bertakwalah agar kamu
diberi rahmat.” [ QS. Al-An’aam [6] : 155 ]
PENAFSIR BAGI AL-QUR’AN
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa macam kedudukan ayat:
1. Ada yang perintahnya jelas, tetapi caranya
belum jelas.
Seperti ayat:
“Dan dirikanlah
shalat...” [ QS. Al-Baqarah [2] : 43 ]
Dalam ayat di atas, perintah shalat jelas,
tetapi tata caranya tidak disebutkan (belum jelas).
2. Ada yang perintahnya jelas, tetapi ukuran
atau takarannya belum jelas.
Seperti ayat:
“… dan tunaikanlah
zakat …” [ QS. Al-Baqarah [2] : 43 ]
Dalam ayat di atas, perintah zakat jelas,
tetapi ukuran atau takarannya, yaitu batas berapa dan berapa bagian (=persen)
yang harus dizakatkan, tidak diterabgkan dalam ayat tersebut (belum jelas).
3. Ada yang tempatnya jelas, tetapi batas belum
jelas.
Seperti ayat:
“…sapulah mukamu dan tanganmu...” [ QS. An-Nisaa’ [4] : 43 ]
Ayat di atas berhubungan dengan tayammum. Bahwa
tangan wajib disapu ketika tayammum, itu sudah jelas, tetapi batas sampai di
mana harus disapu, tidak disebutkan dalam ayat di atas (belum jelas).
Maka untuk ayat-ayat di atas, dan yang seumpama dengannya, tidak ada
yang berhak menerangkan dan menegaskannya, kecuali Nabi saw. semata-mata, kalau
penjelasannya tidak ada dalam ayat yang lain. Karena firman Allah swt. Kepada
Nabi saw.
“… dan Kami turunkan kepadamu Al
Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka[829] dan supaya mereka memikirkan.” [ QS. An-Nahl [16] : 44 ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar