Marquee

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” [QS. Ali Imran [3] : 104].

Senin, 05 Desember 2011

Merajut Keberuntungan dan Menepis Kesialan

Ketika kita memperhatikan kondisi kehidupan manusia dalam menapaki dan menggeluti samudera kehidupan, secara umum kiranya kita dapat menyimpulkan pada dua kelompok, yaitu orang-orang yang hidupnya senantiasa diliputi kemudahan-kemudahan, dengan kata lain bintangnya lagi bersinar terang, dan orang-orang yang hidupnya senantiasa diliputi kesulitan-kesulitan atau dengan kata lain bintangnya sedang redup tertutup kabut dan mendung.


Bagi kelompok pertama yang bintangnya bersinar terang kelihatan begitu mudah dan lancar-lancar saja dalam menapaki jalan hidupnya. Setiap usaha yang dilakukan selalu menuai keberhasilan atau sekurang-kurangnya tidak mengalami hambatan dan kesulitan yang cukup berarti. Seakan setiap langkah hidupnya selalu tepat pada jalan menuju keberuntungan. Ketika berdagang selalu mendapatkan keuntungan-keuntungan, ketika menanam tanaman dapat tumbuh subur dan apa saja yang diusahakan selalu sukses dan berhasil dengan baik.

Sementara kelompok yang kedua, selalu mendapatkan kesulitan demi kesulitan dalam hidupnya. Usaha yang dilakukan seakan selalu mengalami kegagalan-kegagalan. Apa yang diusahakan selalu tidak tepat, kesulitan demi kesulitan senantiasa menghadang jalan hidupnya. Ketika berdagang selalu mendapatkan kerugian-kerugian, bahkan modal usahanya pun menjadi ludes dan jatuh bangkrut. Ketika menanam tanaman atau biji-bijian, tidak mau tumbuh subur atau begitu tumbuh habis dimakan hama penyakit.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Dan apa pula penyebabnya? Untuk mencari dan menemukan jawaban akan sebab-sebabnya memang tidak mudah, karena faktor penyebabnya sangatlah kompleks. Tetapi setidak-tidaknya kita perlu merenungkan firman Allah swt. yang sudah pasti akan kebenarannya. Dalam kaitannya dengan persoalan tersebut, marilah kita perhatikan firman Allah swt. :

"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah." [QS. Al-Lail: 5-7].

Dari ayat tersebut, dapat kita ketahui bahwa ada 3 (tiga) hal yang dapat menyebabkan timbulnya kemudahan-kemudahan dalam hidup, yaitu:

Pertama: Murah hati dan suka memberi yang dalam ayat tersebut diistilahkan dengan a'thaa. Sebuah sikap hidup yang dermawan, suka memberikan sebagian harta bendanya kepada orang-orang yang membutuhkan dan kesulitan dalam usahanya mencari penghidupan, seperti orang-orang miskin, anak-anak yatim-piatu, para janda, orang-orang jompo yang tidak memiliki kemampuan untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dan lain sebagainya. Juga untuk mendirikan Masjid-masijd, Madrasah, Pondok Pesantren, Panti Asuhan, dan lain sebagainya.

Allah swt. memberikan gambaran tentang perumpamaan pelipatgandaan balasan pahala bagi orang yang membelanjakan harta bendanya di jalan Allah, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat berikut ini:

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui." [QS. Al-Baqarah: 261].

Nabi saw. menggambarkan tentang akibat positif dari orang-orang yang suka memberi atau orang yang Dermawan dan akibat negatif dari orang-orang yang senantiasa kikir atau bakhil dalam membelanjakan hartanya. Sebagaimana yang beliau jelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. sesungguhnya beliau bersabda:

اَلسَّخِيُّ قَرِيْبٌ مِنَ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ الْجَنَّةِ قَرِيْبٌ مِنَ النَّاسِ بَعِيْدٌ مِنَ النَّارِ, وَالْبَخِيْلُ بَعِيْدٌ مِنَ اللهِ بَعِيْدٌ مِنَ النَّاسِ قَرِيْبٌ مِنَ النَّارِ, وَالْجَاهِلُ سَخِيٌّ أَحَبَّ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ عَابِدٌ بَخِيْلٌ. (رواه الترمذى)
"Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah Azza wa Jalla, dekat dengan syurga, dekat dengan manusia dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang bakhil itu jauh dengan Allah Azza wa Jalla, jauh dengan manusia dan dekat dengan neraka. Dan orang bodoh yang dermawan itu lebih dicintai oleh Allah Azza wa Jalla daripada Ahli ibadah yang bakhil." [HR. Tirmidzi]. [lihat Sunan Tirmidzi 3/342].

Sikap penyantun dan dermawan itu tidak hanya mendekatkan kepada Allah swt. dan pada syurga, tetapi juga kepada sesama manusia. Hubungan yang harmonis dengan manusia itu akan menciptakan iklim kegairahan, ketenangan dan membukakan jalan yang penuh harapan dalam meraih kesuksesan dan keberhasilan daripada apa yang diusahakan dan dicita-citakan.

Kedua: Bertaqwa, taqwa dalam istilah yang paling populer adalah menjalankan segala perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Sebagian Ulama' yang lain merumuskan bahwa taqwa adalah menjaga diri dari segala hal yang mengundang dan mendatangkan murka serta siksa sebagai hukuman Allah swt. Dalam pengertian lain, bahwa taqwa adalah menghindarkan diri dari segala sesuatu yang menjauhkan diri dari Allah swt. Menurut Prof. Mahmud Syaltut, taqwa adalah tiap-tiap manusia yang memelihara diri sendiri dari sesuatu yang dapat merusak diri sendiri dan orang lain dan berusaha mencapai tujuan yang mulia dan kedudukan yang sempurna di dunia dan di akhirat.

Selain itu, ada pula yang menyatakan bahwa taqwa juga berarti tata krama syari'at. Taqwa pada ketaatan berarti ikhlas, dan pada maksiat berarti tidak melakukannya. Ada pula yang mengatakan bahwa taqwa adalah mentaati hukum-hukum Allah swt. dan berlindung kepada-Nya dari melakukan pelanggaran dan melampaui hukum-hukum-Nya, dan lain sebagainya.

Allah swt. berjanji akan memberikan kemudahan dan fasilitas serta rizqi dari arah manapun yang tidak diduga-duga, sebagaimana firman Allah swt. :

"...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya...". [QS. Ath-Thalaaq: 2-3].

Ketiga: mempercayai nilai-nilai kebenaran. Ketika kita perhatikan sesungguhnya dalam kehidupan di dunia ini ada dua unsur yang sangat menentukan dan sangat mewarnai kehidupan manusia, yakni unsur nilai-nilai kebaikan yang akan mengantarkan manusia pada tercapainya kehidupan yang damai, mendapatkan kebahagiaan dan kenikmatan hidup. Dan unsur nilai-nilai kejahatan yang tentunya akan mengantarkan manusia pada kerusakan, kebinasaan dan kehancuran yang menyengsarakan hidupnya.

Sementara hal-hal yang menyebabkan kesialan dan ketidakberuntungan, yang harus kita tepis dan hindari ialah perhatikan firman Allah swt. dalam ayat selanjutnya:

"Dan Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar." [QS. Al-Lail: 8-10].

Dari ayat tersebut, kiranya dapatlah kita ketahui bahwa ada 3 (tiga) hal yang mengantarkan seseorang pada kesulitan dan kesukaran-kesukaran dalam kehidupannya, utamanya kelak di akhirat, yaitu bakhil; merasa cukup dan mendustakan nilai-nilai kebenaran.

Sikap seseorang dengan menutup kran nikmat dan karunia Allah yang telah dianugerahkan kepadanya buat objek-objek dan orang-orang yang disukai dan diridloi Allah swt. adalah suatu kebakhilan. Dia dikaruniai Allah anugerah rizqi dan harta benda yang cukup tetapi dia bakhil dan pelit menyumbangkan sebagian harta bendanya untuk keperluan amal, membantu anak-anak yatim, orang-orang fakir miskin, dan orang-orang lain yang membutuhkannya.

Kebakhilan itu sesungguhnya akan sangat merugikan dan membuat seseorang menderita kesengsaraan. Allah swt. berfirman:

"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." [QS. Ali Imran: 180].

Ketika Hasan Basri ditanya tentang bakhil, ia menjawab: "Kebakhilan itu, jika seseorang melihat harta yang diinfaqkan sebagai sesuatu kemusnahan dan apa yang ditahannya sebagai kemuliaan." Sumber kebakhilan adalah cinta harta dan panjang angan-angan, ketakutan akan fakir dan kecintaan pada anak. Diriwayatkan dalam suatu hadits bahwa karena anak, seseorang dapat menjadi pengecut dan bakhil. Sebagian manusia ada yang tidak memiliki toleransi dengan mengeluarkan zakat hartanya dan tidak pula berbuat ihsan terhadap diri dan keluarganya. Ia hanya merasa lezat dan senang bila melihat dinar-dinar itu berada di dalam genggamannya. Padahal ia mengetahui kematian akan datang menjemputnya.

Abu Hanifahn ra. Berkata: "Aku tidak pernah melihat keadilan dapat tegak di tangan orang-orang yang bakhil. Karena kebakhilan akan mendorong seseorang untuk menguras habis, sehingga ia mengeksploitasi dan mengambil melebihi haknya, karena ia sangat ketakutan akan dirugikan. Orang yang demikian itu, tidak dapat dipercaya untuk memegang amanat."

Pada suatu ketika Nabi Yahya pernah bertemu dengan Iblis, lalu ia bertanya: "Hai Iblis, beritahu aku tentang manusia yang paling kamu sukai, dan manusia yang paling kamu benci!!", Iblis berkata: "Manusia yang paling aku sukai adalah orang Mukmin yang bakhil, sedangkan manusia yan paling aku benci adalah orang Fasik yang dermawan.".

Nabi Yahya bertanya kepadanya: "Mengapa?" Iblis menjawab: "Karena kebakhilan orang yang bakhil itu telah cukup bagiku. Sedangkan orang Fasik yang dermawan, membuat aku cemas, kalau-kalau Allah melihat kedermawanannya lalu ia menerimanya." Kemudian Iblis berpaling dan pergi, seraya berkata: "Seandainya kamu bukan Nabi Yahya, tentu aku tidak akan menginformasikan hal itu kepadamu."

Dengan demikian, dapatlah kita simpulkan bahwa sikap dermawan (penyantun), taqwa dan meyakini nilai-nilai kebenaran merupakan 3 (tiga) pilar utama yang akan membukakan jalan keluar dan menyebabkan timbulya kemudahan dan keberuntungan. Sementara kebakhilan, merasa cukup dan pembenaran akan nilai-nilai kejahatan merupakan 3 (tiga) pilar utama yang mengantarkan keredupan dan kegelapan bintang seseorang dan menyebabkan timbulnya kesulitan, kehancuran dan kebinasaan.

Akhirnya, semoga Allah swt. memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita serta meridloi usaha yang kita lakukan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Amien......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar