Marquee

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” [QS. Ali Imran [3] : 104].

Selasa, 03 Januari 2012

AL-HADITS

Hadits menurut bahasa artinya khabaran.
Hadits sering disebut Sunnah.
Sunnah artinya perilaku, perjalanan, pekerjaan, dan cara.
Tetapi dalam Ilmu Ushul Fiqh, hadits atau sunnah itu ditujukan kepada:
a.   Qaul-qaul Nabi (sabda-sabda Nabi).
b.   Fi’il-fi’il Nabi (Pekerjaan-pekerjaan, perilaku Nabi).
c.  Taqrir-taqrir Nabi (Ucapan atau perbuatan shahabat yang Beliau diamkan dan tidak ditegurnya dengan arti membenarkannya).


PENGUMPULAN HADITS
Di zaman Nabi saw., boleh dikatakan tidak ada shahabat yang menulis Hadits; mereka hanya menghafalkan lafadz atau makna ucapan-ucapan Rasulullah saw.

Pada tahun 99 Hijriyah, barulah mulai ditulis dan dikumpulkan Hadits-hadits oleh Abu Bakar bin Hazm, atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Sesudah itu, baru pula timbul pengumpulan dari Imam-imam.


RIWAYAT HADITS
Hadits-hadits yang sampai kepada kita, ada yang dengan jalan Mutawatir, seperti al-Qur’an; dan ada yang bukan Mutawatir. Hadits-hadits yang bukan Mutawatir ini, dinamakan Hadits Aahad.


DERAJAT HADITS
Tiap-tiap hadits Mutawatir, sudah tidak syak (ragu) tentang sah (shahih) nya. Adapun Hadits Aahad dapat dibagi 2 (dua):
1.   Hadits Shahih.
Yaitu Hadits yang diceritakan oleh orang-orang kepercayaan, dari mulai shahabat yang mendengar dari Nabi saw. sampai kepada kita, dengan tidak terputus penerimaan seorang dari orang lain.

Contohnya sabda Nabi saw.
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَآءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَه’ شِفَآءً
Allah tidak menurunkan penyakit, melainkan Ia menurunkan juga bagi penyakit itu penawarnya (obatnya).”

Sabda Nabi ini oleh Imam Bukhari dicatat dalam kitabnya. Kata Bukhari: ia mendengar dari Muhammad bin Al-Mutsanna; Muhammad ini dari Abu Ahmad; Abu Ahmad dari Umar bin Sa’id; Umar dari ‘Atha’ bin Abi Rabah; ‘Atha’ dari Abu Hurairah; Abu Hurairah dari Rasulullah saw.

Orang-orang antara Bukhari dan Nabi saw., itu semuanya adalah orang-orang kepercayaan. Pendengaran mereka antara seorang dengan yang lainnya tidak terputus.

2.   Hadits Dha’if (lemah).
Yaitu satu Hadits yang putus (tidak bersambung) antara orang-orang yang menyampaikannya atau di antara mereka ada yang tercela dengan sifat-sifat:
a.   Suka berdusta,
b.   Suka salah dan keliru,
c.   Suka menipu,
d.   Tidak kuat hafalan,
e.   Khianat (tidak jujur),
f.    dan lain-lain sifat kecelaan yang meragukan orang untuk diterima riwayatnya.

Contohnya:

عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ اَبِى بَكْرٍ بْنِ حَزْمٍ : اَنَّ فِى الْكِتَابِ الَّذِى كَتَبَه’ رَسُوْلُ اللهِ صم لِعَمْرٍو بْنِ حَزْمٍ : اَنْ لاَ يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ.
Dari Malik, dari Abdullah bin Abi Bakar bin Hazm, bahwa dalam surat yang Rasulullah saw. kirim kepada Amr bin Hazm (ada sebutan) “Bahwa tidak boleh menyentuh al-Qur’an melainkan orang yang suci”.”

Hadits ini putus, tidak bersambung yaitu Abdullah bin Abi Bakar bin Hazm tersebut tidak bertemu Nabi saw. dan tidak semasa dengan Nabi saw. karena ia seorang Thabi’y (seorang Muslim yang tidak bertemu dengan Nabi saw. hanya bertemu dengan shahabat Nabi saw.), yang adanya sesudah shahabat Nabi. Tetapi dalam hadits di atas kelihatan seolah-olah Abdullah itu semasa dengan Nabi dan mendengar dari Beliau saw.

Contoh orang yang tercela,
مَنْ قَالَ لِلْمِسْكِيْنِ اَبْشِرْ فَقَدْ وَجَبَتْ لَه’ الْجَنَّةُ.
Barangsiapa berkata kepada orang Miskin: “Bergembiralah”, maka sesungguhnya pasti baginya surga.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Ady dari ‘Abdul  Malik bin Harun bin ‘Antarah, dari Sufyan, dari Yahya bin Sa’id, dari Abi Hurairah, lalu katanya, dari Nabi saw.

Abdul Malik bin Harun yang ada dalam sanad Hadits tersebut adalah seorang Pendusta. Oleh karena itu, ucapan yang dikatakan Hadits tersebut tidak dapat dipercayai sebagai sabda Nabi kita saw.


HADITS YANG BOLEH DIPAKAI
Hadits-hadits yang boleh dipakai atau diamalkan isinya adalah:
a.  Hadits Mutawatir.
b.  Hadits Shahih yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an atau lain-lain keterangan dari Hadits yang lebih kuat.
c.  Hadits yang belum dimansukhkan hukumnya (belum dihapuskan hukum yang ada dalam Hadits itu).
d.  Hadits yang tidak sangat lemah yang dikuatkan yang dikuatkan dengan lain-lain keterangan yang sah.


HADITS SEBAGAI ASAS
Menurut firman Allah di bawah ini, dan beberapa keterangan lain, jelaslah bahwa Hadits atau Sunnah itu menjadi Asas yang kedua bagi Agama Islam.

... apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah ...[ QS. Al-Hasyr [59] : 7 ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar